Suara seorang wanita yang terdengar di ujung telepon
bertanya dalam acara talkshow interaktif di sebuah radio swasta di Bali,
setelah mengucap salam, ibu ini bertanya kepada saya, “bila saya mendengar
acara tentang kejernihan pikiran, membaca buku-buku motivasi atau
seminar-seminar pencerahan semuanya terasa benar dan baik, tetapi mengapa ya
itu terasa susah sekali untuk dilakukan?”
Pernahkan Anda mengalami hal yang sama? Jika ya, berarti Anda
tidak sendirian, sebagian besar hal ini terjadi di masyarakat dunia.
Terasa betul sekali apa yang dikatakan ibu tersebut bahwa
seringkali apa yang kita dengar, baca atau ikuti dalam pelatihan itu semuanya
indah, tetapi hanya dapat dijalankan dalam tataran pikiran atau filosofis.
Dalam tataran praktis sehari-hari apalagi dalam kehidupan bermasyarakat ketika
kita dituntut berhubungan dengan orang lain semuanya itu susah sekali
dilakukan, “contohnya berpikir positif dan sabar”, ibu pendengar radio yang
diujung telepon itu melanjutkan, “Bagaimana kita dapat berpikir positif
sementara orang lain menuduh saya yang bukan-bukan, atau bagaimana kita dapat
sabar jika saya sudah beritahu staf saya berkali-kali dengan berbagai cara dia
masih melakukan kesalahan juga.”
Lagi-lagi, sangatlah mudah untuk setuju pada apa yang
dikatakan ibu tersebut. Kita mengiyakan karena itu juga terjadi pada diri kita.
Di sini kita tidak mencari cara apa yang seharusnya dilakukan, tetapi melakukan
pembenaran-pembenaran dalam kelemahan diri, dan bahkan mengklaim jika apa yang
ada di buku atau diseminar bukan hanya susah, tetapi tidak mungkin dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sedikit yang mempunyai kesimpulan bahwa yang
namanya sabar, tekun, percaya diri, pemarah, pemalu dan sifat-sifat lain yang
positif atau negatif itu adalah turunan atau bawaan orok, bahwa semua itu sudah
ada dalam jaringan DNA/RNA kita dan tidak mungkin dapat diubah.
Pertanyaan selanjutnya, apakah sifat dapat diubah? Ya dan
tidak, lho kok jawabannya ambigu begitu? Ya semuanya tergantung, tergantung
dari keyakinan atau system kepercayaan kita. Henry Ford pernah berkata “Whether
you think you can or you can’t, you are right”, jika Anda berpikir bisa
atau Anda tidak bisa, dua-duanya Anda benar. Jika semua tergantung keyakinan,
apakah dengan kita yakin bisa sabar, kita akan menjadi orang sabar? No, tunggu
dulu, mempunyai Keyakinan bahwa kita
dapat berubah kearah yang lebih baik
adalah suatu fondasi yang bagus, tetapi jika kita berhenti sampai fondasi saja
dan tidak membangun rumah, kita tetap kehujanan dan kepanasan.
Manusia adalah makhluk kebisaaan, dan semua system
kepercayaan (belief system), nilai (value), aturan (rules) atau mudahnya sifat yang ada didalam diri kita semuanya
terbentuk dari pengalaman atau kebiasaan masa lalu kita. Kita mempunyai pohon
dalam pikiran kita, ada pohon kesabaran, cinta kasih, kepedulian, melayani atau
sering disebut sifat positif dan juga pohon yang tidak menguntungkan seperti
ketakutan, keserakahan egois, dan lainnya. Perlu diketahui bahwa semua ini
sebenarnya tidak ada yang buruk, semuanya mempunyai maksud yang baik, mereka
ada pada dasarnya untuk melindungi diri kita. Misalnya orang yang serakah, jika
dilihat, orang ini pada dasarnya takut akan masa depan yang tidak pasti. Oleh
karena itu, untuk melindungi dirinya dari kesengsaraan, dia mengamankan dirinya
dengan ingin memiliki lebih pada semua hal. Kita dapat menyimpulkan disini
dengan satu kata yang berkonotasi tidak baik yaitu serakah. Sekali lagi semua aturan,
kepercayaan, value dalam diri
seseorang pada dasarnya baik, tetapi ada yang menguntungkan, ada yang tidak
menguntungkan dirinya. Kembali pada analogi pohon, sama seperti pohon yang ada
di dunia ini, pohon dalam pikiran kita juga akan berkembang jika kita merawat
atau memberikan makanan. Jika dalam kehidupan sehari-hari kita menyiram pohon
kemarahan, pohon ini akan berkembang dan mempunyai akar yang sangat kuat,
tarikannya akan begitu kuat sehingga jika ada sesuatu yang terjadi dalam
kehidupan kita ,alangkah mudahnya kita terseret dalam kemarahan dibandingkan
kesabaran yang pohonnya tidak pernah kita beri makan.
Saringan Pikiran
Bad news is good news.
Itulah semboyan yang sering kita dengar dari media massa, jika kita mau
perhatikan bahwa dalam era komunikasi ini sangat sulit kita terlepas dari
media. Boleh dikatakan kita adalah generasi pertama yang dikepung media. Dan
tak terbantahkan jika berita buruk seperti perkosaan, pencurian, korupsi lebih
mendominasi media massa yang ada disekeliling kita. Seorang sahabat yang sangat
kreatif, Mas Iwang, begitu biasanya dia dipanggil, dengan keisengan kreatifnya
pernah menutup semua berita “negatif” pada sebuah eksemplar surat kabar
nasional, terbitan ibukota dengan kertas warna hitam, dan membiarkan berita
“positif” begitu saja, alhasil lebih dari 70% dari Koran tersebut berwarna
hitam. Belum lagi jika kita sering melihat tontonan seperti berita criminal
mungkin lebih dari 10 berita ada 12 yang buruk.
Di saat kita memperhatikan sesuatu, apapun itu, sebenarnya
kita memberikan energy kepada apa yang kita perhatikan tersebut, ketika kita
melihat tayangan atau bacaan atau mendengar berita buruk yang membuat kita
takut, cemas atau marah, itu sama saja kita memberi energy (baca: air) pada
pohon ketakutan, kecemasan dan kemarahan dalam diri kita. Fokus kepada berita
yang menguntungkan dan menghindari berita yang merugikan adalah kuncinya.
Sebuah email yang saya terima beberapa tahun lalu, masih
tersimpan, tentang saringan tiga lapis, sangat membantu saya untuk menyaring
berita yang perlu saya ambil atau tidak. Izinkan saya membagi tulisan itu di
sini.
Pada zaman Yunani kuno, Socrates adalah seorang terpelajar
dan intelektual yang terkenal reputasinya karena pengetahuan dan kebijaksanaannya
yang tinggi. Suatu hari seorang pria berjumpa dengan Socrates dan berkata,
“Tahukah Anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah satu teman Anda?”
“Tunggu sebentar,” jawab Socrates. “Sebelum Memberitahukan
saya sesuatu, saya ingin Anda melewati sebuah ujian kecil. Ujian tersebut
dinamakan Ujian Saringan Tiga Lapis.”
“Saringan Tiga Lapis?” tanya pria tersebut.
“Betul,” lanjut Socrates, “sebelum Anda mengatakan kepada
saya mengenai teman saya, merupakan ide yang bagus untuk menyediakan waktu
sejenak dan menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah kenapa saya sebut
sebagai ujian Saringan Tiga Lapis.”
“Saringan yang pertama adalah KEBENARAN. Sudah pastikah Anda
bahwa apa yang akan Anda katakan kepada saya adalah hal yang benar?”
“TIdak” kata pria tersebut, “Sesungguhnya saya baru saja
mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada Anda.”
“Baiklah,” kata Socrates. “Jadi Anda sungguh tidak tahu
apakah hal itu benar atau tidak.”
“Sekarang mari kita coba saringan kedua, yaitu KEBAIKAN.
Apakah yang akan Anda katakan kepada saya mengenai teman saya adalah sesuatu
yang baik?”
“Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk.”
“Jadi,” lanjut Socrates, “Anda ingin mengatakan kepada saya
sesuatu yang buruk mengenai dia, tetapi Anda tidak yakin jika itu benar. Anda
mungkin masih dapat lulus ujian selanjutnya, yaitu KEGUNAAN. Apakah cerita yang
ingin Anda beritahukan kepada saya tentang teman saya tersebut akan berguna
buat saya?”
“TIdak, sungguh tidak,” jawab pria tersebut.
“Jika begitu,” simpul Socrates, jika apa yang Anda ingin
beritahukan kepada saya tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak berguna
untuk saya, mengapa Anda ingin menceritakannya kepada saya?”
Tubuh dan pikiran adalah suatu kesatuan yang keduanya saling
berinteraksi, dan keduanya adalah hasil dari apa yang dilakukan dan dipikirkan
terhadapnya dimasa sebelumnya. Jika kita melihat tubuh ini dan memperhatikan
pikiran kita semuanya terbentuk seperti sekarang ini karena ini adalah hasil
dari apa yang telah Anda lakukan dan pikirkan. Jika sulit bagi diri kita untuk berpikir positif itu tidak lain karena
pohon “positif” dalam pikiran kita jarang diberi makan, ketika perasaan iri
dengki dominan dalam diri kita, itu bukan karena kejadian di luar atau orang
lain yang menyebabkannya, semua adalah peran kita dalam memupuk kesuburannya. Karena
itulah apa yang disampaikan dalam
buku, seminar atau radio yang kita dengar sangatlah sulit untuk diterapkan
sehari-hari, karena pohon-pohon “positif” itu belum mengakar dalam diri kita.
Perlu ekstra kerja keras dalam membuat perubahan yang seketika jika keadaannya
seperti ini, tetapi tidak perlu berkecil hati selama ada kemauan pasti ada
jalan, bukan bisa atau tidak melainkan yang penting adalah mau atau tidak.
Sekali lagi, tubuh
dan pikiran kita hari ini terjadi karena apa yang kita lakukan dan pikirkan
pada masa lalu, tubuh dan pikiran apa yang ingin Anda lihat pada masa depan,
tergantung pada apa yang akan Anda lakukan dan pikirkan mulai saat ini dan ke
depannya.
#gobindvashdev - happinessinside
Tidak ada komentar:
Posting Komentar