Jumat, 27 Februari 2015

Semut dan Ulat

Buah campur adalah menu tetap disetiap sarapan pagi saya. Tetapi hari ini ada yang istimewa. Sewaktu asyik menikmatinya, seekor ulat kecil berwarna merah yang lucu keluar dari timbunan buah yang tersusun tidak rapi di piring bundar. Tak lama lagi seekor yang lain muncul. Terus terang, saya terkejut melihat reaksi saya yang tidak kaget melihat ulat yang tiba-tiba muncul tersebut. Saya ingat sekali beberapa tahun yang lalu kejadian yang hampir sama pernah saya alami dan waktu itu saya memutuskan untuk tidak melanjutkan makan buah itu lagi. Sama sekali tidak terlintas perasaan jijik, malah sebuah perasaan senang bahwa sarapan pagi ini saya nikmati beramai-ramai. Saya merasakan suatu perasaan yang sulit digambarkan. Saya melihat bahwa ulat tersebut dan saya diciptakan oleh pencipta yang sama, dan kita sama-sama sedang mengambil energy dari buah yang sama untuk kelangsungan hidup masing-masing. Ini mengingatkan saya ketika saya baru saja pindah ke Ubud, kamar yang saya tempati sering dilalui banyak semut. Semut dengan berbagai ukuran itu muncul dengan tiba-tiba. Awalnya saya jengkel dengan kehadirannya, saya merasa terganggu, mulai dari cairan hingga kapur pengusir serangga sudah saya gunakan untuk mengusirnya. Sampai suatu saat, ketika saya ingin mengusirnya ada sesuatu yang berbicara dalam diri saya, mungkin itu yang dinamakan suara hati dan berkata, “Tunggu dulu, mengapa kamu marah?” diri saya yang lainnya menjawab, “ya dia sangat menggangguku.” Kemudian yang pertama langsung mendebat, “Siapa mengganggu siapa? Bukankah semut-semut itu sudah ada sebelum kamu disini atau bahkan sebelum kamar ini dibangun? Lagipula semut-semut itu hanya mencari makanan.” “Dia bukan mencari tetapi mencuri,” kata yang kedua. “Bukankah kita manusia juga mencuri? Kita mengambil buah dari pohonnya, bahkan kita mengambil nyawa dari hewan untuk memenuhi kepuasan lidah kita, jangan karena mereka tidak mengenal uang kau katakan mereka mencuri, semut juga bekerja, mereka pasti mempunyai fungsi di alam semesta ini, sama seperti ulat yang menggemburkan tanah dan untuknya mereka mendapat upah makanan berupa buah dari pohon.”

Sering sekali hal ini terjadi, pergumulan saya dengan diri saya yang lain ini awalnya sering membuat saya frustrasi. Mereka sama-sama mempunyai alas an yang kuat, mereka sama-sama pintar memberikan argumennya. Namun, disisi lain pergumulan ini sangatlah mencerahkan, membuat saya melihat segala sesuatunya dari perspektif yang lain, sisi yang beda, yang lebih terang dan lebih luas.

Sewaktu di sekolah kita pasti pernah belajar tentang evolusi, evolusi dari satu bentuk kera ke bentuk kera yang lain juga hewan-hewan yang lain. Evolusi yang kita pelajari di sekolah adalah evolusi fisik. Selain evolusi fisik ada juga evolusi pikiran, yaitu suatu perubahan secara bertahap dalam tingkat pemikiran kita. Perubahan ini bukan dari tidak tahu menjadi tahu, tetapi lebih dari sekedar tahu, lebih juga dari sekedar mengerti atau paham, tetapi sadar. Jika seseorang tahu dan mengerti, tetapi belum juga melakukan apa yang dia pahami, saya menyebutnya belumlah sadar. Saya tidak mengetahui mekanisme secara terperinci dalam diri seseorang bagaimana evolusi pikiran ini dapat tumbuh dari dalam bukan dari luar, walau sering kita mendengar bahwa banyak faktor luar yang dapat mengubah seseorang. Ada yang mengatakan kita bisa mendapat tingkat berpikir yang lebih baik dengan cara belajar dari buku atau guru yang luar biasa. Ada juga yang berpendapat bahwa pengalaman yang besar atau mengejutkan akan mengubah seseorang. Seperti berdampingan dengan kematian, misalnya seseorang langsung tersadar dan berubah, kemudian orang tersebut melihat hidup dengan cara yang lain, melihat begitu berharganya setiap tarikan napas.

Ya, benar sekali, kejadian eksternal akan meningkatkan cara berpikir seseorang jika ditambahkan sebuah syarat, dan syarat penting itu adalah jika orang yang mengalami sebuah kejadian mengambil pelajaran darinya. Bukan kejadian yang mengubah seseorang, tetapi orang tersebut yang mengubah dirinya sendiri dengan mengambil pelajaran dari kejadian itu. Begitu pula bukan buku atau orang lain yang mengubah seseorang, tetapi pelajaran yang diambil dari buku yang dibaca atau orang lain yang dikenalinyalah yang mengubahnya. Peran seseorang dalam mengambil pelajaran inilah yang terpenting dalam mengubah dirinya, dan inilah yang menjadikan kita mempunyai tingkatan berpikir lebih tinggi lagi. Dan dengan cara inilah evolusi pikiran terjadi. Jika terjadi evolusi dalam tingkat pikiran, pastilah kita akan melihat dunia dengan cara yang berbeda. Sesuatu yang dulu dianggap sebagai masalah, sekarang mungkin sebagai kesenangan, seperti contoh ulat dalam buah tersebut. Albert Einstein, seorang ilmuwan yang dinobatkan sebagai man of the century versi majalah Time pernah menulis: ”Masalah penting yang kita hadapi tidak dapat kita pecahkan pada tingkat berpikir yang sama seperti ketika kita menciptakan masalah tersebut.” Tingkat berpikir yang lebih tinggi adalah hal yang wajib diperlukan untuk memecahkan masalah. Contoh sederhananya adalah sewaktu kita duduk di bangku sekolah dasar misalnya, semua pelajaran kelas 1 SD pada saat kita kelas 1 SD terasa sangat sulit. Namun, ketika kita naik kelas 2, kesulitan di kelas 1 sudah tidak terasa lagi, apalagi ketika kita naik ke kelas yang lebih tinggi lagi. Atau pernahkah anda membaca sebuah buku dan anda tidak mengerti apa yang anda baca, dan setelah beberapa waktu anda membaca lagi anda mengerti apa yang dimaksud oleh buku tersebut. Jika ya, itu artinya bahwa ketika kedua kali anda membaca, cara atau tingkat pemikiran anda sudah berubah. Begitu juga di kehidupan, masalah hanya terjadi ketika tingkat kemampuan seseorang tidak lebih tinggi daripada masalah tersebut. Disaat tingkat pemikiran sudah di atas masalah maka semuanya terlihat bukan sebagai masalah.

Nah, ketika sebuah atau beberapa masalah datang berulang-ulang dalam hidup, kita mempunyai pilihan untuk mengeluh, menyalahkan orang lain, atau menghindarinya, atau kita ambil pendekatan yang lain, yaitu kita mencoba belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan level berpikir kita sehingga yang kemarin menjadi masalah hari ini menjadi sebuah kesenangan. Ingatlah disaat kemampuan kita kecil, masalah terlihat sangat besar dan begitu kemampuan kita besar masalah-masalah tersebut menjadi pernak-pernik kecil yang membuat kehidupan tampak berkilau.


#gobindvashdev – happinessinside

Tidak ada komentar:

Posting Komentar