Sabar ya, Ver … sabar … kita harus sabar dalam menghadapi
cobaan hidup ini ….” Arif mencoba menenangkan Vera teman kuliahnya.
“Gimana mau sabar, Rif, kamu kan tahu? Si Novi itu sahabatku
yang paling dekat, kok tega-teganya dia ngatain
aku seperti itu, huuh… keterlaluan.”
“Aku tahu, Ver ini memang keterlaluan,” sahut Arif. “Namun,
kita harus bisa menerima dan sabar dalam menghadapinya.”
“Sabar, sabar … dari tadi kamu bilang sabar dan sabar … tapi
bagaimana caranya … ?
Barangkali kita pernah mendengar hal serupa. Setiap kali ada
teman atau saudara kita yang sedang marah atau sedih, yang dapat kita lakukan
adalah menasehatinya dengan kata “sabar”. Namun, jarang sekali ada orang
memberi tahu bagaimana caranya untuk bersabar. Kebanyakan dari kita hanya
berhenti di sini, jika ditanya, “Sabar itu bagaimana?” jawabannya, “Ya harus
dapat menerima,” titik sampai di sini.
Banyak sekali di sekitar kita percaya bahwa sabar adalah
sifat yang dibawa sejak lahir. Sebagian lagi percaya jika orang bisa sabar jika
usianya sudah mulai tua. Salah seorang teman saya berkata, “Sabar bisa didapat
jika seseorang sudah banyak mendapat cobaan hidup yang berat.”
Tidak ada yang salah jika ada orang berpendapat seperti itu.
Namun, saya juga percaya jika kita bisa belajar dari orang-orang yang terbukti
sabar. Lalu jika kita gunakan ilmu yang sama, pasti kita akan menjadi orang
yang sabar juga sehingga kita tidak harus menunggu tua atau mengalami ujian
yang berat untuk dapat sabar. Bukankah begitu?
Dalam perjalanan panjang melalui perenungan dan belajar dari
guru-guru dunia, baik secara langsung atau melalui karyanya, secara singkat
dapat saya simpulkan, bahwa mereka yang sabar dan yang tidak sabar hanya
dibedakan oleh satu hal, yaitu program atau kata-kata yang tertanam di dalam
otaknya.
Mungkin contoh di bawah ini akan membuat lebih jelas.
Amir mempunyai program kata-kata di dalam dirinya, “Jika
orangtua saya dihina maka orang yang menghina itu akan saya peringatkan. Jika
setelah itu masih menghina maka saya akan menghajarnya.”
Bandingkan dengan Budi yang mempunyai program sebagai
berikut, “Jika ada yang menghina ibu saya, saya akan peringatkan. Jika masih
membandel maka saya akan anggap dia orang gila.”
Bayangkan jika ada yang menghina orangtua Amir, apa yang
terjadi? Bertengkar atau bahkan bisa bunuh-bunuhan. Bandingkan jika hal yang
sama terjadi pada Budi, Budi dengan tenangnya akan melenggang dan menganggap
bahwa yang menghina ibunya hanyalah orang gila.
Amir bisa berurusan panjang dengan polisi dan penjara pun
menantinya. Belum lagi dendam yang akan dibawa dalam hatinya. Sedangkan Budi
sudah sampai di rumah dan sudah lupa akan peristiwa tadi.
Teman, sedikit perbedaan dalam program di kepala kita ini
dapat membuat perbedaan tindakan yang sangat signifikan, yang mungkin sekali
berpengaruh dalam hidup ini. Bahkan nasib kita pun dapat ditentukan dari sini.
Jika kita pikir kembali, sering kali kita tidak tahu dari
mana program atau kata-kata ini ada dalam benak kita, tahu-tahu itu sudah ada
di dalam otak kita.
Tak dapat dipungkiri, faktor-faktor eksternal sangat mempengaruhi
program-program tersebut. Tanpa kita sadari, semakin lama ini menjadi sangat
kuat mendekam dalam bawah sadar kita, dan lama-kelamaan menjadi keyakinan yang
sangat kuat.
Mungkin sekali keyakinan ini muncul karena pengalaman orang
lain yang kita dengar atau kita lihat. Atau dapat juga nilai-nilai dalam
masyarakat sekitar kita. Bila kita tinggal di Solo, mungkin saja akan sangat
berbeda dengan bila kita dibesarkan di Madura.
Misalnya, suatu hari si Iwan berada di halte bus dan tiba-tiba
seseorang lewat dan meludah persis di depan kaki Iwan, apa reaksi Iwan? Mungkin
sekali Iwan akan marah. Namun, jika kejadian ini terjadi di sebuah Negara di
Afrika, tempat jika dua orang bertemu mereka akan saling meludah, akan berbeda
artinya.
Ludah adalah ludah, tidak mempunyai arti apa-apa, program di
kepala kitalah yang memberi arti dan yang mengakibatkan kita bereaksi atau
bertindak.
Orang yang dikatakan tidak sabar mempunyai kata-kata di
dalam dirinya, jika ada orang meludah di depan saya, itu artinya sama dengan
menghina saya. Sedangkan orang yang sabar pasti punya program dan arti yang
lain.
Lalu bagaimana caranya jadi orang sabar? Ganti saja
programnya !!
Apa mungkin? Sangat mungkin, kenapa tidak? Jika kemarin kita
memasukkan prigram secara tidak sadar, kini setelah kita tahu, kita dapat
memasukannya dengan sadar. Setiap manusia mempunyai kemampuan ini, tanpa
terkecuali! Sebuah kemampuan secara intelektual yang tidak dipunyai makhluk
lain. Memang tidak akan secepat membalik telapak tangan, hal ini perlu latihan
juga sama seperti otot yang menguat karena dilatih, otak kita pun perlu dilatih
untuk menjadi kuat.
Mulailah dari hal-hal kecil
Sama seperti jika kita ke gym atau fitness center,
beban yang kita angkat tidak mungkin langsung yang berat, tetapi yang
ringan-ringan dulu. Jika kita harus bersepeda untuk pemanasan, kita pun harus
pelan-pelan dulu dan tidak boleh terlalu lama. Sekarang, cobalah cari dalam
kehidupan anda sehari-hari, hal-hal kecil yang membuat anda marah atau merasa
tidak nyaman. Kemudian tanyakan pada diri sendiri, program atau kata-kata apa
yang ada dalam benak saya yang membuat saya marah. Kemudian dengan sadar
carilah program yang lebih baik atau gantilah dengan kata-kata yang membuat
anda merasa nyaman.
Pengalaman saya dalam menyetir mobil di Jakarta mungkin
dapat dijadikan contoh di sini.
Pada awalnya saya begitu stress, cepat naik darah,
uring-uringan sendiri sewaktu mengemudikan mobil di Jakarta. Saya biasanya
menghabiskan waktu dengan membaca buku sewaktu menunggu lampu lalu lintas, dan
sesaat sebelum lampu hijau menyala, mobil di belakang saya sudah membunyikan
klakson dengan panjangnya. Bunyi klakson inilah yang membuat saya naik pitam, ‘huuuuuh,
belum juga hijau sudah ngebel…heran deh,” dan tak jarang kalimat makian ikut
keluar.
Bel itu saya artikan sebagai teriakan keras bahwa saya orang
yang lambat, tidak siap atau bego. Setelah
saya paham bahwa yang membuat saya marah sebenarnya bukan bel tersebut, tetapi
program yang sudah tertanam dalam diri saya, perlahan-lahan saya mengubahnya
dengan kata-kata yang lebih baik. Saya mengubahnya dengan kata-kata, “Hai
teman, sebentar lagi lampu akan hijau, mari kita jalan yuuukkk…”
Awalnya memang berat dan agak terasa aneh, sama seperti pada
saat fitness atau olahraga lainnya. Awalnya
badan akan sakit, letih dan tidak nyaman, tetapi setelah latihan beberapa kali,
anda akan terbiasa.
Sekarang, setiap bel saya dengar di lampu merah atau di
tengah jalan, semuanya terdengar seperti sapaan seorang sahabat lama, sangat
indah. Sampai-sampai sering saya tersenyum dan berucap, “terima kasih.”
#gobindvashdev – happinessinside
Tidak ada komentar:
Posting Komentar